Rabu, 18 Maret 2020
Katanya, Hati-hati sama Hati
Jumat, 09 Agustus 2019
Untukmu, pelitaku
Rasa hati teriris dalam
Melihat diamnya tangismu
Mendengar keluh kesahmu
Mendengar nafas lelahmu
Ku tau tak mudah menjadi kau
Pelitaku..
Pelukmu sehangat parasmu
Candamu luluhkan lelahku
Hatimu selembut tawamu
Kau pelitaku..
Inginku dekap rasa lelahmu
Tapi ku tau itu tak mudah
Kadang kau hanya menyembunyikan sgalanya yang menyakiti hati indahmu
Jangan lagi ada air mata jatuh. Itu janjiku pada diriku untukmu, pelita hatiku.
Minggu, 03 Maret 2019
Kiara Hati. Menulis. Tertulis. Sendu. Merindu.
"Memilih jalan yang berliku atau yang lurus?" Gumamnya dalam hati, sambil ragu mengernyitkan dahi yang sudah kusam karena terlalu lama menunggu bis. "Padahal aku banyak dinasehati oleh ibu dan bapak tentang sebuah pilihan. Ternyata segala sesuatu yang orang tua sarankan adalah yang terbaik untuk anaknya."
-
Waktu itu ibukota sangat panas, ramai, macet dan begitu memuakkan penglihatanku. Mau bagaimana lagi, kerasnya kehidupan setelah melenggang dari bangku perkuliahan 10 tahun lalu begini adanya. Kalau bisa saling sikut bahkan saling seruduk mungkin sudah kulakukan, tapi aku ini manusia, selayaknya bertindak ya sebagai manusia saja, jangan keluar dari kodratnya. "Kalau begini aku pergi saja ya ke hutan, malah lebih enak. Hirup udara segar, bisa lihat yang hijau-hijau. Ga kayak disini cuma bisa liat besi berjalan." Tandasnya. Sudah 30 menit menunggu sambil berdiri, tidak ada bis 03 yang lewat. Aku memilih 03 karena bis itu yang akan melewati tempat tujuanku. Hari ini aku akan ke rumah bapak dan ibu, sekedar melepas rindu dan juga inginkan restu.
-
Aku Kiara, sudah 30 tahun aku menghirup udara di dunia, aku rasa 30 tahun adalah umur yang di anggap aneh ketika belum mendapatkan pendamping. Ah tapi aku rasa itu pemikiran yang kolot. Belum lagi kalau yang mengatakan itu adalah keluargaku sendiri, kali ini aku sudah menyiapkan beberapa tameng diri jikalau saja ada yang melayangkan pertanyaan tentang pendamping. Tetap saja, di perjalanan menuju ke rumah ibu dan bapak rasa hati sudah ga karuan. Takut ini dan itu, takut lagi kalau aku mengecewakan mereka, aku ini belum jadi apa-apa hanya seorang pekerja yang mencoba memenuhi kantong kecilnya. "Berharap yang baik-baik sajalah, jangan membayangkan yang tidak ingin untuk terjadi" bisikku.
-
"Assalamualaikum, pak bu."
.......
Sabtu, 23 Februari 2019
PERIHAL MENUNGGU SESUNGGUHNYA
"Tidak selega ini" gumamku di perjalanan menuju bandara. Seperti biasa jalanan di kota besar itu tetap ramai tapi lancar. Sepanjang perjalanan lampu hijau seolah berpihak padaku untuk segera melepaskan penat yang menekanku di kota ini, untuk kali ini.
"Tidak selega ini" gumamku lagi menuju ruang tunggu. Seperti biasa suasana di dalam bandara menaruh haru biru atau riang gembira, bagi siapa saja yang mengerti maksudku.
Sejenak duduk melepas lelah di bangku pilihanku yang tepat menghadap tempat parkir pesawat. "Hmm jadi begini ya simulasi atau perumpaan nunggu jemputan" dalam hatiku bicara, jika kau mengerti maksudku. "Tinggal nunggu dipanggil dan akan pergi tergantung jadwal, menyiapkan segala macam bentuk bawaan, bekal, bahkan oleh-oleh" dalam hatiku bicara lagi, jika kau mengerti maksudku.
"Bedanya, kalau di sini bisa main hp. Kalau di sana, entah" tak kuat rasanya memikirkan hal itu. Masih kurang rasanya diri ini. "Astaghfirullahaladzim" menarik napas setelah melafazkan istighfar.
Salam,
Marta😁
Selasa, 19 Februari 2019
#MartaMenulis Hidup di Dalam Bongkahan Kayu Bakar
"Sudah tertutup permainan yang membangkang
Terlalu riuh tak baik tuk di katakan
Jangan merasa dirimu yang terhebat
Bila masih saja gores luka disudut jiwanya
Jangan lagi melakukan permainan yang lara
Melukai jiwa-jiwa yang berarti
Baringkanlah tubuhmu dari racun hati membiru
Teduhkanlah diri dengan basuhan suci"
Jadi tulisan ini terinpirasi dari seseorang yang memilih untuk selalu menyakiti orang yang tulus dalam hal apapun padanya, baik itu percintaan, pertemanan, kehidupan dll. Versi dia, menyakiti adalah hal yang candu dan senang untuk dia lakukan. Dengan menyakiti dia mendapat kepuasan batiniah, dengan menyakiti dia merasa tidak perlu susah-susah berilmu, dan dengan menyakiti dia menjadi orang yang bisa bahagia dan kalut secara bersamaan.
Bisa dikatakan psikopat, atau penyakit kejiwaan lainnya. Dia tidak terlihat seperti orang yang kriminal dari luar. Hal itu yang menyebabkan dirinya tidak dicurigai oleh orang-orang sekitar tentang "hobi" nya.
Mengapa dia bisa seperti itu tidak ingin saya jabarkan, saya kembalikan kepada pembaca agar lebih banyak terkaan daripada kepastian, karena ingin membiarkan kreativitas tetap ada dalam jiwa-jiwa manusia sehingga lebih jeli untuk menelaah dan menganalisa dan pada akhirnya tidak akan menjadi jiwa-jiwa sumbu kompor dalam melihat suatu peristiwa ( baik fiksi maupun non fiksi ).
Diakhir tulisan, penulis menyuruh sosok dia untuk berbaring dari racun hati membiru, teduhkanlah diri dengan basuhan suci, itu dimaksud untuk segera bertaubat pada Sang Pemberi Hidup dari hal-hal yang mengerikan itu.
Salam,
Marta🙂